TUGAS REVIEW JURNAL
MATA KULIAH TEKNOLOGI INFORMASI
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2015
Oleh :
Sefti Wulanningrum 26010214130068
Judul : Analisa Kesesuaian Lahan Perairan Pulau Pari
Kepulauan Seribu Sebagai Lahan Budidaya Ikan Kerapu (Epinephelus sp.)
Pada Keramba Jaring Apung Dengan Menggunakan Aplikasi SIG
Penulis : Abdul Ghani, Agus Hartoko, Restiana Wisnu
Tahun : 2015
Jurnal : Journal Of Aquaculture
Management And Technology
PENDAHULUAN
Jurnal ini membahas mengenai penganalisaan
kesesuaian lahan perairan Pulau Pari Kepulauan Seribu sebagai lahan budidaya
ikan kerapu (Epinephelus sp.) yang dilakukan pada keramba jaring apung
dengan menggunakan aplikasi SIG. Jurnal ini menjelasakan ikan kerapu (Epinephelus
sp.) merupakan salah
satu spesies unggulan yang mempuyai nilai ekonomis penting dan komoditas ekspor
dalam pengembangan budidaya laut di Indonesia dimana jika dalam keadaan hidup
akan mempunyai harga hampir 5 kali lipat lebih mahal dibandingkan dalam
keaadaan mati/dibekukan. Menurut Triana (2010) bahwa Epinephelus spp. (ikan
kerapu) dikenal dengan “groupers”, hidupnya soliter, di alam memangsa ikan dan
krustase dan merupakan salah satu komoditas
perikanan yang mempunyai peluang baik di pasar domestik maupun pasar
internasional, selain itu nilai jualnya cukup tinggi.
Budidaya ikan kerapu umumnya dilakukan pada karamba jaring apung (KJA)
yang berada di perairan di lepas pantai. Kegiatan budidaya laut tidak lepas
dari penentuan lokasi yang sesuai bagi organisme yang akan dikultur, tetapi
pada kenyataannya penentuan lokasi dan pengembangan budidaya lebih berdasarkan feeling
atau trial error sehingga
bisa menyebabkan pengengembangan budidaya laut tidak berjalan dengan optimal
dan dapat berdampak pada kelestarian lingkungan. Kurangnya data dan informasi
mengenai karakteristik perairan yang akan dijadikan sebagai lahan budidaya laut
menyebabkan pemanfaatan lokasi tersebut tidak tepat. Menurut Radiarta et al., (2005), bahwa salah satu
kegiatan budidaya laut
yang populer untuk dikembangkan adalah penggunaan keramba
jaring apung (KJA). Pemilihan lokasi KJA
yang tepat merupakan hal yang sangat menentukan, mengingat
kegagalan dalam pemilihan lokasi akan
berakibat resiko yang permanen dalam kegiatan produksi.
Beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam penentuan lokasi
adalah kondisi teknis yang terdiri dari parameter fisik, kimia dan biologi dan
non teknis yang berupa pangsa pasar, keamanan dan sumberdaya manusia.
Perkembangan teknologi pemetaan merupakan salah satu pilihan dalam penentuan
lokasi budidaya yang digunakan untuk menggambarkan lokasi bagi pengembangan
budidaya laut yang dipadukan dengan parameter ekosistem perairan.
METODOLOGI
Penelitian pada jurnal ini dilakukan di perairan Pulau Pari Kepulauan
Seribu, Jakarta yang selama lima bulan, dimulai pada 16 April 2014 sampai 27
Agustus 2014. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus. Tahapan dalam
kegiatan metode penelitiaan adalah 1). Tahap
pengumpulan data yaitu dengan penentuan sampling yang dilakukan secara
purposive dan penentuan koordinat pengambilan
dan 2). Tahap analisis data terdiri dari tahapan pembuatan kontur dan
pemodelan spatial, dengan penurunan parameter fisika, kimia dan biologi yang
didasari pada model geo-statistik. model geo-statistik digunakan
sebagai bentuk pemetaan permukaan bumi (biotik dan abiotik) melalui aplikasi
statistic. tingkat kesesuaian dibagi atas empat kelas yaitu kelas S1 : sangat
sesuai, kelas S2 : sesuai, kelas S3 : sesuai bersyarat dan kelas n : tidak
sesuai.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Sistem
Informasi Geografis (SIG) merupakan analisis secara spasial (keruangan) yang
dapat memadukan beberapa data dan informasi tentang budidaya perikanan dalam
bentuk lapisan (layer) yang nantinya dapat ditumpang lapiskan (overlay)
pada data yang lain, sehingga menghasilkan suatu keluaran baru dalam bentuk
peta tematik yang mempunyai tingkat efisiensi dan akurasi yang cukup tinggi
yang merupakan salah satu pilihan dalam penentuan lokasi ideal untuk
pengembangan budidaya laut, khususnya ikan kerapu. Penentuan lokasi untuk
pengembangan budidaya ikan kerapu dengan mempertimbangkan faktor-faktor
lingkungan, terutama yang dapat dipantau dengan menggunakan satelit
penginderaan jauh. Pemantauan dengan satelit penginderaan jauh ini diharapkan
mampu memberikan informasi awal terkait penentuan lokasi budidaya ikan kerapu
dengan sistem keramba jaring apung. Menurut Adnyana dan Abd. Rahman (2012), bahwa
SIG adalah suatu
sistem informasi yang dapat
memadukan antara data
grafis (spasial) dengan data teks (atribut)
objek yang dihubungkan secara
geografis di bumi (georeference).
Hasil
pengukuran rata-rata kecepatan arus, salinitas, kedalaman, kecerahan, di
perairan Pulau Pari masih berada pada nilai yang dianjurkan, walaupun bukan
pada kisaran yang ideal yaitu kecepatan arus berkisar antara 3,0 – 4,7 m/s,
suhu 29oC – 30oC, salinitas 31,9 – 33,7 ppt, DO 7,0 – 8,1
mg/L, kecerahan 7,5 – 9,0 m, kedalaman 20 – 30 m. Kecepatan arus yang terlalu
besar tidak baik untuk lokasi budidaya sebab dapat merusak media yang digunakan
pada kegiatan budidaya. Kedalaman merupakan faktor yang berperan dalam
penentuan desain kontruksi keramba baik jaring apung maupun keramba jaring
tancap dan sebagai variabel pembatas. Menurut Chua dan Teng (1978), kualitas
perairan yang optimaluntuk pertumbuhan ikan kerapu, seperti suhu berkisar
antara 24 - 31ºC, salinitas antara 30-33 ppt, oksigen terlarut > 3,5 ppm dan
pH berkisar antara 7,8 - 8,0.
Berdasarkan
total skor yang digunakan untuk penilaian kesesuaian perairan di Pulau Pari,
Kepulauan Seribu diperoleh tujuh stasiun yaitu stasiun I – stasiun VII termasuk
pada kategori S2, sedangkan kedua stasiun lainnya yaitu stasiun VIII dan
stasiun IX termasuk dalam kategori S3. Oleh sebab itu untuk lokasi budidaya
ikan kerapu pada keramba jaring apung lebih diutamakan yang menghadap ke Pulau
Pari karena lokasinya lebih terlindung, bukan jalur pelayaran dan termasuk
dalam kelas kesesuaian sesuai. Suatu perairan yang terlindung untuk kawasan
budidaya ikan kerapu sistem keramba jaring apung berpengaruh terhadap
keberlanjutan usaha budidaya.
KESIMPULAN
Kesimpulan pada jurnal ini adalah perairan di
Pulau Pari, Kepulauan Seribu diperoleh tujuh stasiun yaitu stasiun I – stasiun
VII masuk pada kategori S2, sedangkan kedua stasiun lainnya yaitu stasiun VIII
dan stasiun IX dalam kategori S3
dan lokasi yang paling sesuai untuk budidaya ikan
kerapu terletak di sebelah tenggara dibandingkan dengan lokasi yang letaknya
dekat dengan daratan maupun yang langsung berhadapan dengan perairan terbuka.
DAFTAR
PUSTAKA
Adnyana, Wayan Sandi., Dan Abd. Rahman
As-Syakur. 2012. Aplikasi Sistem Informasi Geografi (Sig) Berbasis Data Raster Untuk
Pengkelasan Kemampuan Lahan Di Provinsi Bali Dengan Metode Nilai Piksel
Pembeda. J. Manusia Dan Lingkungan 19(1) : 21 – 29.
Chua, T. E. And Teng, S. K. 1978. Effects
Of Feeding Frequency On The Growth Of Young Estuary Grouper, Epinephelus
Tauvinaforskal, Culture In Floating Net Cages, Aquaculture(14) P.31 – 47.
Radiarta, I.N., A. Saputra, B. Priono.
2005. Identifikasi kelayakan lahan
budidaya ikan dalam keramba jaring apung dengan
apikasi sistem informasi
geografis di Teluk
Pangpang, Jawa Timur. Jurnal
Penelitian Perikanan Indonesia,
11(5):1-13.
Triana SH. 2010.Analisis Fragmen DNA Ikan
Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) yang Tahan dan Rentan terhadap
Bakteri Vibrio alginolyticus. Jurnal ILMU
DASAR, Vol. 11 No.1: 8-16.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar